Senin, 02 Desember 2013

Supaya Pede Berbicara di Depan Umum

Editor | Kolom Tetap | June 30th, 2009


Oleh: Agung Praptapa*

Pada tulisan sebelumnya sudah digarisbawahi bahwa untuk menjadi pede kita harus mampu melihat diri sendiri apa adanya, harus bijak memosisikan diri sendiri maupun orang lain, dan mampu menerjemahkan lingkungan sewajarnya. Kemampuan kita melihat diri sendiri secara manusiawi akan menempatkan diri kita maupun orang lain serta lingkungan ke dalam porsi yang benar. Hal tersebut akan melandasi kita supaya bisa pededengan wajar, tanpa dibuat-buat. Namun, pede secara umum (in general situation) tidak menjamin akan pede pula saat harus berbicara di depan umum (public speaking). Mengapa demikian? Karena adanya unsur gangguan fisik dan gangguan mental dalam berbicara di depan umum.

Keadaan tidak pede saat berbicara didepan umum akan mengundang gangguan fisik maupun gangguan mental. Gangguan fisik dapat berupa tiba-tiba merasa gatal, gemetar, jantung berdebar keras, berkeringat yang tidak wajar, tangan dingin, suara parau bahkan tidak keluar, tenggorokan kering, kaki rasanya lemas, perut mulas, dan selalu ingin buang air kecil. Gangguan fisik ini kalau tidak berhasil kita atasi akan semakin membuat kita down, semakin tidak pede.

Gangguan fisik harus kita atasi secara fisik pula. Caranya adalah dengan mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Ini tidak harus dilakukan di ruang tempat kita berbicara, tetapi bisa dilakukan di luar gedung. Selanjutnya adalah kita harus mencoba tersenyum saat menarik napas maupun menghembuskan napas, sembari mengendurkan syaraf yang tegang. Saat kita tersenyum, syaraf akan terpancing untuk mengendur. Lakukan beberapa kali sampai kita merasa relaks.

Teknik lain untuk mengatasi gangguan fisik adalah dengan cara memberikan kejutan pada tubuh kita. Ini bisa kita lakukan dengan melompat yang tinggi kalau perlu sambil berteriak keras, saling menggenggam erat antara tangan kanan dan tangan kiri, atau membuat gerakan ekstrim yang membuat seolah badan kita tersengat. Malu dong melakukan gerakan kejutan di depan umum? Jangan khawatir. Ini ada triknya. Kita justru bisa mengajak peserta (audience) untuk melakukan bersama sama kita. Pernahkah Anda menjumpai pembicara yang mengajak peserta berjingkrak-jingkrak bersama sambil berteriak? Nah, ini adalah salah satu cara supaya kita memiliki kesempatan untuk menciptakan kejutan bagi fisik kita. Dengan cara ini peserta maupun pembicara menjadi lebih relaks.

Gangguan lain yang akan muncul saat kita tidak pede untuk berbicara di depan umum adalah gangguan mental. Gangguan mental muncul dalam bentuk perasaan khawatir secara berlebihan, grogi, minder, merasa akan diterkam oleh peserta, merasa disepelekan, merasa kecil, merasa bodoh, merasa kurang siap, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Gangguan mental ini juga harus kita atasi dengan menggunakan pendekatan mental pula.

Salah satu teknik yang bisa kita gunakan untuk mengatasi gangguan mental adalah dengan membuat keputusan kepada diri sendiri untuk tidak khawatir, tidak grogi, tidak minder, dan sebagainya. Perintahkan diri sendiri untuk tidak khawatir. Katakan dalam hati dengan lembut pada diri sendiri bahwa kita tidak perlu khawatir karena situasi akan membaik dan memihak pada kita. Dont worry, you will be fine. Katakan berulang-ulang. Hipnosis diri sendiri. Kondisikan hati kita akan menerima saran baik dari kita sendiri. Lakukan lagi sampai kita merasa lebih baik.

Gangguan mental dapat pula kita atasi dengan cara melakukan reposisi pada diri sendiri maupun orang lain. Caranya adalah dengan memberikan posisi yang serba positif kepada peserta. Posisikan peserta sebagai pemaaf, orang yang menyenangkan, penuh pengertian, dan akan memberikan perhatian pada acara ini. Cara ini akan efektif karena saat kita grogi misalnya, karena ada peserta yang lebih tinggi pangkatnya atau lebih hebat gelarnya, adalah posisi yang kita pilih untuk diri sendiri. Saat itu kita memosisikan sebagai lebih rendah maka mereka menjadi tampak lebih tinggi.

Di sini perlu kearifan untuk menempatkan segala sesuatu pada porsi yang semestinya. Apa sih salahnya kalau ada peserta yang memiliki gelar lebih hebat dari pada pembicara? Apa pula salah pembicara kalau pangkatnya lebih rendah dari pada peserta? Posisikan diri sendiri maupun orang lain pada porsi yang wajar, maka kita akan mampu mengatasi gangguan mental.

Teknik lain untuk mengatasi gangguan mental adalah dengan cara yang disebut unfreezing, atau mencairkan kebekuan. Ini bisa kita lakukan dengan cara melakukan komunikasi awal dengan peserta. Kita bisa menanyakan sesuatu yang ringan-ringan saja yang untuk menjawab mereka tidak perlu berpikir keras. Misalnya kita menanyakan, Siapa yang hadir di sini yang ingin kaya? Mintalah mereka mengangkat tangan apabila ingin kaya. Pertanyaan seperti ini tentunya memiliki jawaban pasti karena semua orang ingin kaya. Tetapi, dengan kita tanyakan kepada peserta kita memiliki kesempatan untuk berinteraksi. Interaksi ini akan mencairkan suasana sehingga gangguan mental bisa kita atasi. Tentu saja pertanyaan yang kita ajukan harus ada hubungannya dengan topik yang akan kita sampaikan. Kalau kita sedang berbicara tentang kesehatan kita bisa menanyakan Siapa di antara yang hadir di sini yang ingin sehat?

Haruskah unfreezing dilakukan dengan bertanya? Tidak. Kita bisa juga melakukan unfreezing dengan menyapa peserta yang kita kenal, memuji baju yang dikenakan salah satu atau beberapa peserta, menyampaikan kata-kata bijak yang sesuai topik, dan kemudian menanyakan kepada peserta setuju atau tidak dengan kata-kata bijak tersebut. Atau cara-cara lain, yang penting kita bisa membuka interaksi dengan peserta agar kebekuan bisa cair.

Unfreezing bisa juga dilakukan dengan bertanya kepada peserta suatu pertanyaan yang sudah kita atur jawabannya. Misalnya, apabila ditanya apa kabar, mereka harus menjawab luar biasa, fantastik, super, dan jawaban lain yang membangkitkan semangat.

Ada pula yang mengatasi gangguan mental dengan cara humor, yaitu dengan memberikan sentuhan jenaka bagi peserta yang membuat kita grogi. Cara ini bukan berarti kita harus melucu, tetapi kita membayangkan mereka dalam posisi lucu sehingga kita bisa tertawa dalam hati. Misalnya, peserta yang matanya besar kita bayangkan bahwa matanya lebih besar lagi, lebih bulat, seperti mata Bagong, tokoh pewayangan yang selalu melucu. Peserta yang berjenggot kita bayangkan seperti seekor kambing, dan seterusnya.

Ini memang butuh kreativitas. Membayangkan wajah jelek dan lucu tidaklah mudah. Dalam training public speaking, untuk mendapatkan gambaran tentang wajah jelek dan lucu saya sering minta kepada peserta untuk berekspresi yang sejelek mungkin dan kemudian selucu mungkin. Peserta lain mengamati sehingga peserta memiliki inventory bayangan wajah jelek dan lucu. Inventory ini akan berguna dikemudian hari saat mereka harus mendapatkan sisi lucu dari peserta. Tertarik untuk mencoba? Silakan. Asyik juga cara ini.[ap](bersambung)

* Agung Praptapa adalah seorang dosen, pengelola Program Pascasarjana Manajemen di Universitas Jenderal Soedirman, dan juga Direktur AP Consulting, yang memberikan jasa konsultasi bisnis dan training di bidang personal and organizational development. Alumni UNDIP, dan kemudian melanjutkan studi pascasarjana ke Amerika dan Australia, di University of Central Arkansas dan University of Wollongong. Mengikuti training dan mempresentasikan karyanya di berbagai universitas di dalam negeri maupun di luar negeri termasuk di Ohio State University, Kent State University, Harvard University, dan University of London. Kolumnis tetap di andaluarbiasa.com. Tulisan ini untuk mendukung training Empowering Your Confidence in Public Speaking. Website: www.praptapa.com, pos-el: praptapa[at]yahoo[dot]com.

Tidak ada komentar: