Minggu, 31 Maret 2013

Membaca kritis



Apa yang ingin disampaikan penulis?
Tentang apakah buku atau artikel yang sedang kita baca? Mengapa penulis perlu menulisnya? Melalui pertanyaan-pertanyaan ini, kita bukan hanya mencoba mengetahui apa yang sedang kita baca tetapi juga menggali alasan-alasan yang melatar belakangi penulis untuk menulis buku atau artikel yang sedang kita baca.

Apa argumen penulis?
Kita tidak cukup hanya mengetahui apa yang sedang kita baca ataupun mengetahui alasan-alasan yang mendorong penulis menuliskannya dalam sebuah tulisan. Kita perlu juga memahami atau menemukan perspektif yang digunakan oleh penulis. Perspektif ini bisa kita lihat melalui argumen-argumen yang dia bangun ataupun melalui upaya-upaya penulis untuk meyakinkan pembacanya untuk berfikir, percaya ataupun menerima apa yang sampaikan dalam tulisannya. Argumen dan upaya-upaya penulis untuk meyakinkan kita kadang bisa dengan mudah ditemukan (eksplisit), bisa juga harus dicari dengan susah payah (implisit), bisa terletak di awal, di tengah ataupun di akhir tulisn maupun tersebar di berbagai tempat yang berbeda. 

Apa argumen atau perspektif yang berbeda?
Sebagaimana ‘cinta pada pandangan pertama’ seringkali menjerumuskan dan oleh karenanya tidak disarankan, langsung menyetujui argumen penulis saat membaca tulisannya juga bukan sikap yang diharapkan dari seorang pembaca kritis. Kita harus berangkat dari keyakinan bahwa pasti ada argumen yang lain yang berbeda dengan argumen-argumen yang ditampilkan oleh seorang pengarang. Sebagai bagian dari upaya untuk meyakinkan pembaca, penulis mungkin memperkenalkan berbagai argumen yang berbeda dan mengatakan kepada pembaca mengapa argumen-argumen alternatif tersebut tidak memadai atau, bahkan, salah. Tetapi, tidak sedikit penulis yang tidak menampilkan argumen-argumen alternatif, dan pembaca harus mencarinya sendiri.

Apa bukti yang ditampilkan oleh penulis?
Argumen yang kuat merupakan cara untuk meyakinkan pembaca. Tetapi, tidak jarang pembaca tidak cukup diyakinkan dengan argumen semata. Menampilkan bukti kadang menjadi keharusan bagi seorang penulis untuk mendukung argumen-argumennya, bahwa argumen-argumennya benar sementara yang lain salah atau kalah kuat. Bukti seringkali diasosiasikan dengan fakta empiris, sekalipun sebenarnya bisa juga berupa logika, emosi, sejarah, pernyataan pakar, statistik dan sebagainya.

Apakah bukti yang ditampilkan oleh penulis sangat mendukung?
Bukti-bukti yang ditampilkan oleh penulis tidak selalu mendukung argumen-argumen yang ditampilkannya. Tetapi, sebagai pembaca kritis, kita harus terlebih dahulu mencoba memahami upaya penulis untuk mendukung argumen-argumennya dengan bukti-bukti dengan cara pandang yang obyektif, dan tidak langsung melalui perspektif kita sendiri, misalnya dengan bertanya secara hipotetis (kepada diri sendiri) apakah seorang pembaca lain (yang tidak dalam perspektif yang sama dengan kita) bisa diyakinkan dengan bukti-bukti yang ditampilkan penulis. Pertanyaan hipotetis ini sangat penting terutama jika penulis mengunakan bukti-bukti normatif. Apakah bukti yang ditampilkan masuk akal atau logis? Jika bukti yang ditampilkan berupa fakta, apakah bukti tersebut dapat diandalkan? Apakah sumbernya dapat dipercaya? Apakah data statistik memperkuat memperkuat argumen dan mendukung bukti lain yang diajukan penulis? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak bisa dijawab dengan mudah. Bahkan, menuntut pembaca untuk berpikir ekstra. Tetapi, seorang pembaca kritis harus melakukannya.

Apa pendapat kita?
Setelah semua proses di atas, bagian akhir, yang tidak kalah pentingnya adalah pendapat kita terhadap tulisan yang kita baca. Kita telah memahami alasan penulisan dan argumen-argumen serta bukti-bukti yang diajukan penulis. Kini saatnya kita melihat tulisan yang kita baca melalui perspektif kita. Apakah penulis berhasil meyakinkan kita? Apa yang meyakinkan kita: argumen penulis atau bukti-bukti yang ditampilkannya? Apakah argumen dan bukti yang ditampilkan koheren? Tidak jarang, kita sangat sepaham dengan gagasan penulis, tetapi menemukan argumen dan bukti yang ditampilkannya sangat lemah atau bahkan tidak ada. Atau, dalam kasus yang lain, kita sepaham dengan gagasan penulis, tetapi hingga akhir tulisan yang kita baca, kita menyimpulkan bahwa penulis tidak bisa memenuhi apa yang dijanjikannya di awal ataupun dalam judul tulisan. Tidak perlu mengumpat karena menyesal telah membaca tulisan tersebut atau tergesa-gesa menyalahkan diri sendiri karena kita tidak paham dengan apa yang ditulis (karena memang tidak jarang sebuah tulisan ditulis dengan kualitas yang jelek atau dengan cara yang membingungkan)!. Dalam kasus-kasus seperti ini, justru sebuah peluang muncul di hadapan kita dan mungkin kita bisa memberikan kontribusi kita.

Tidak ada komentar: