Penyakit
Hirschsprung
Pemeriksaan Tambahan
Pada waktu memeriksakan bayi ke dokter, dokter akan memasukkan jari tangan (kelingking) kedalam anus bayi (colok dubur). Hal ini bertujuan untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
Definisi
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyebab
Penyebab timbulnya penyakit Hirschsprung adalah kelainan genetik. Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom Down, kanker tiroid, dan neuroblastoma.
Penyebab timbulnya penyakit Hirschsprung adalah kelainan genetik. Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom Down, kanker tiroid, dan neuroblastoma.
Gejala
Karena terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hirschsprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Karena terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hirschsprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Gambar.
Penyakit Hirschsprung.
Perhatikan perbedaan besar usus antara gambar yang kiri dan kanan.
Perhatikan perbedaan besar usus antara gambar yang kiri dan kanan.
Pemeriksaan Tambahan
Pada waktu memeriksakan bayi ke dokter, dokter akan memasukkan jari tangan (kelingking) kedalam anus bayi (colok dubur). Hal ini bertujuan untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
Penatalaksanaan
Terdapat 2 langkah operasi yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit ini, yaitu :
Terdapat 2 langkah operasi yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit ini, yaitu :
- Langkah pertama adalah dengan dilakukan kolostomi, yaitu pembuatan saluran pembuangan tinja pada dinding perut dengan cara membuat lubang pada dinding perut lalu kemudian menyambungkan usus (yang masih sehat) ke lubang tersebut. Hal ini memungkinkan pengeluaran tinja melalui dinding perut.
- Langkah kedua adalah setelah berat badan, usia, dan kondisi bayi sudah cukup, dapat dilakukan penutupan kolostomi tersebut serta menyambungkan kembali usus besar ke tempatnya semula, yaitu di anus.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MASALAH
KESEHATAN SEHUBUNGAN DENGAN MALNUTRISI
Malnutrisi
Malnutrisi lebih diartikan sebagai
kondisi kekurangan bahan bahan nutrisi esensial pada tingkat seluler sebagai
akibat dari faktor fisiologi, individu, sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan
politik (Berkaukas, dkk, 1994 hal 116). Sedangkan menurut Gordon (1982),
malnutrisi adalah pemasukan yang tidak memadai dari satu atau lebih jenis
makanan atau bahan makanan yang dibutuhkan bagi metabolisme tubuh, misalnya
pemasukan protein, zat besi atau vitamin C yang tidak memadai (Kozier, &
Erb, 1983 hal 673).
Malnutrisi dibedakan atas defisiensi
primer dan defisiensi sekunder. Defisiensi primer terjadi ketika bahan
bahan nutrisi yang esensial seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin
tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dalam makanan. Sedangkan defisiensi sekunder
terjadi karena ketidakmampuan tubuh mencema dan menyerap makanan, gangguan
metabolisme atau karena peningkatan kebutuhan nutrisi. Misalnya, peningkatan
kebutuhan karbohidrat pada pasien diabetes melitus.
Malnutrisi dapat terjadi secara akut
maupun kronik. Secara akut, sifatnya hanya sementara dan reversibel
tanpa efek samping yang lama. Malnutrisi kronik terjadi dalam waktu yang lama dan kemungkinan bersifat irreversibel (Williams,
1985 hal 116). Malnutrisi yang terjadi karena defisiensi protein, kalori
atau keduanya, dapat menyebabkan malnutrisi energi protein, yang dikenal
sebagai kwashiorkor atau marasmus. Kwashiorkor depigmentasi disebabkan oleh
defisiensi protein. Gejala-gejalanya meliputi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, kelemahan otot, depigmentasi rambut dan kulit serta edema.
Sedangkan maramus terjadi karena kekurangan protein dan kalori. Manifestasi
kliniknya meliputi atropi otot, kelemahan dan edema. Kelainan-kelainan ini
umumnya terjadi pada anak anak (Windsor, 1991). Ada beberapa indikasi
sehingga seseorang dikatakan kekurangan nutrisi (Kozier, & Erb, 1983 haL
673):
1. berat badan 20 % atau lebih
rendah daripada tinggi dan bentuk badan ideal.
2. Berat badan rendah dengan masukan
, makanan memadai.
3. Masukan makanan kurang dari keperluan
tubuh.
4. Kesukaran makan.
5. Ada tanda dan gejala masalah
pencernaan seperti nyeri abdomen, kram abdomen, diare dan bising usus
hiperaktif.
6. Kelemahan otot dan penurunan
tingkat energi.
7. Rambut rontok (alopesia).
8. Pucat pada kulit, membran mukosa
dan konjungtiva.
Adapun faktor faktor yang
mempengaruhi kekurangan nutrisi adalah alasan ekonomi, pendidikan, status
sosial, anatomi fisiologi pencernaan dan status psikologi.
Pertama, ekonomi. Umumnya,
masyarakat dengan ekonomi lemah, sering mengalami kekurangan nutrisi atau
malnutrisi, khususnya protein karena harganya yang mahal.
Kedua, pendidikan. Kurang
pengetahuan tentang nutrisi dan manfaat nutrisi memberi kontribusi terhadap
terjadinya malnutrisi. Orang yang kurang pendidikan sering kali tidak sadar
dengan kebutuhan nutrisi/makanan yang terbaik untuk tubuhnya.
Ketiga, status sosial. Individu
biasanya cenderung mengkonsumsi makanan sama dengan masyarakat disekitarnya
atau berdasarkan status sosial.
Keempat, anatomi dan fisiologi. Sebelum
makanan digunakan untuk metabolisme, makanan terlebih dahulu diabsorpsi setelah
dicema. Banyak faktor fisiologi yang dapat mengganggu proses pencernaan atau
penyerapan makanan. Misalnya : gigi yang kurang, sakit gigi, adanya lesi
dimulut sehingga proses pengunyahan makanan terganggu. Kesulitan menelan
(disfagia) karena nyeri atau radang pada esofagus juga mengganggu pencernaan.
Masalah pencernaan pada lambung atau usus dapat disebabkan tumor atau ulkus
pada saluran pencernaan. Kadang kala pasien yang minum obat obatan tertentu
juga akan mengalami gangguan pencernaan seperti : mual dan muntah.
Kelima, psikologis. Anoreksia
dan berat badan rendah sering ditemukan pada pasien dengan depresi.
Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa ditandai dengan
kehilangan berat badan yang drastis secara berkepanjangan dan pasien memelihara
berat badannya pada kadar rendah yang abnormal (Huse & Lucas, 1983). Anoreksia
nervosa biasanya terjadi pada usia masa muda sampai dewasa tua. Anoreksia
nervosa terutama terjadi pada wanita. Tanda/gejala anoreksia nervosa dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
No.
|
Gejala gejala
|
Prevalansi gejala ( % )
|
Tanda tanda
|
Prevalansi tanda (%)
|
1 .
|
Amenorrhea
|
100
|
Hipotensi
|
20 85
|
2.
|
Konstipasi
|
20
|
Hipotermia
|
15 85
|
3.
|
Badan bengkak
|
30
|
Kulit kering
|
25 85
|
4.
|
Nyeri abdomen
|
20
|
Bradikardi
|
25 90
|
5.
|
Kedinginan
|
20
|
Lanugo
|
20 80
|
6.
|
Lethargi
|
20
|
Edema
|
20 25
|
7.
|
Energi berlebihan
|
35
|
Petechiae
|
10
|
Tabel:
Tanda dan gejala anoreksia nervosa. Dari : Brownell K. D. & Foreyt,
J.P.1986, Handbook of eating disorders.
Pengkajian nutrisi pada pasien
dengan anoreksia nervosa meliputi :
1 . pengukuran antropometrik untuk
mengkaji status fisik.
2. Pengukuran nilai biokimia untuk
mengetahui defisiensi nutrisi.
3. Pemeriksaan klinik.
4. Mengkaji riwayat nutrisi untuk
menentukan perkembangan penyakit, konsumsi kalori, protein, dan bahan makanan
lainnya, pola makan dan perilaku makan, pengaruh psikologi dan sosial terhadap
perilaku makanan, penggunaan obat obatan seperti vitamin, mineral, laksatif dan
diuretik serta aktivitas fisik.
Komplikasi medis yang dapat terjadi
pada pasien dengan anoreksia nervosa, (Barkaukas, dkk, 1994 hal. 130) adalah:
a. Komplikasi metabolisme
- Kulit berwama kuning
- Gangguan indra perasa
- Hipoglikemia
b. Komplikasi gastrointestinal :
- Perubahan pengosongan lambung
- Pembengkakan kelenjar saliva
- Dilatasi gaster
- Konstipasi
c. Komplikasi kardiovaskuler:
- Bradikardi
- Aritmia
- Efusi pericardial
- Edema
- Gagal jantung
d. Komplikasi ginjal :
• Perubahan konsentrasi urin
• Nefropati
e. Komplikasi cairan dan elektrolit:
• Dehidrasi
• Kelemahan
• Tetani
f. Komplikasi hematologi:
• Perdarahan
• Anemia
g. Komplikasi gigi:
• Dekalsifikasi
• Karies
h. Komplikasi endokrin
o Amenorrhea
0 Penurunan
hasrat sexual
0 Impoten
i. Komplikasi lain:
• Kelemahan
• Hipotermia
Perencanaan dan Intervensi
Keperawatan
Tujuan utama asuhan keperawatan
adalah memelihara agar kebutuhan nutrisi memadai. Tujuan asuhan keperawatan
untuk pasien dengan gangguan nutrisi, antara lain :
1. Mencegah komplikasi masalah
masalah nutrisi.
2. Status nutrisi terpelihara.
3. Menyusun menu yang disukai pasien
dengan jumlah kalori yang memadai.
Intervensi keperawatan pada masalah
nutrisi tergantung dari diagnosa keperawatan. Beberapa intervensi keperawatan
untuk mengatasi masalah nutrisi antara lain:
1. Meningkatkan nafsu makan.
Kurang
nafsu makan atau anoreksia tidak jarang disertai keluhan fisik seperti
kelemahan, lesu, cemas, depresi dengan atau tanpa nyeri lambung. Kondisi ini
dalam waktu singkat kadang kala tidak menimbulakn masalah pada orang dewasa.
Namun, bila berlangsung lama, timbul penurunan stamina dan masalah masalah
nutrisi lainnya. Beberapa intervensi keperawatan untuk masalah nutrisi ini :
a.
Menghilangkan atau mengurangi kondisi kondisi atau gejala gejala penyakit yang
menyebabkan penurunan nafsu makan seperti menjaga kebersihan dan kesehatan
kulit, memberi analgetik untuk nyeri atau antipiretik untuk demam dan
menganjurkan istirahat untuk mengurangi kelelahan.
b.
Memberikan makanan yang disenangi, sedikit demi sedikit tetapi sering dengan
memperhatikan jumlah kalori dan tanpa kontra indikasi.
c.
Menata ruang pasien senyaman mungkin sehingga meningkatkan nafsu makan pasien.
Misalnya membuat ruang pasien bebas dari bau obat dan bau bauan lain yang
mengganggu minat makan pasien.
d.
Menurunkan stress psikologi. Kurang pemahaman tentang terapi dan prosedur
operasi, dan rasa takut pada pasien akan menyebabkan anoreksia. Untuk
itu perawat perlu mendiskusikan masalah-masalah diatas sehingga menurunkan stress
yang dialami pasien.
2. Membantu pasien memenuhi
kebutuhan nutrisi
A. Pasien vegetarian
Umumnya,
masyarakat mulai menyadari akan bahaya memakan daging terlalu banyak. Sebagian
orang telah beralih menjadi vegetarian, dengan alasan agama, ekonomi maupun
fisik. Setidaknya, ada empat jenis vegetarian:
Pertama,
vegan vegatarian : hanya mengkonsumsi makanan dari tumbuhan. Kedua, Lacto
vegetarian: mengkonsumsi makanan dari tumbuh tumbuhan ditambah telur (tanpa
susu). Ketiga, lacto ovo vegetarian : mengkonsumsi makanan dari
tumbuhan, telur, dan susu. Keempat, frutarian : hanya mengkonsumsi buah
buahan, kacang kacangan, minyak zaitun dan madu.
Prinsip
utama yang harus diperhatikan oleh perawat dalam menyusun menu bagi vegetarian
adalah kebutuhan protein, vitamin dan mineral terpenuhi dalam jumlah memadai.
Bagi lacto ovo vegetarian, hal ini tidak terlampau sukar karena dapat
mengkonsumsi susu dan telur sebagai sumber protein dan sayuran sebagai
pelengkap sumber vitamin dan mineral. Sebaliknya, bagi vegan vegetarian, sumber
protein tidak mungkin diperoleh dari susu dan telur yang bukan berasal dari
tumbuhan. Untuk itu, protein nabati seperti kedelai (tahu, tempe), kacang
kacangan, nasi dan coklat menjadi pilihan sebagai sumber protein.
Kiat
mempersiapkan makanan bagi vegetarian
a.
Pilihlah makanan dari berbagai jenis tumbuhan
b.
Hindari makanan beralkohol dan tidak berkalori.
c.
Pilihlah empat jenis makanan dari beberapa kelompok makanan vegetarian dibawah
ini:
Altematif
pertama :
- Buah buahan dan sayuran (termasuk satu buah jeruk dan minimal satu sayuran berdaun hijau gelap).
Altematif
kedua :
- Buah buahan, roti dan cereal (untuk 4 porsi atau lebih).
Altematif
ketiga
- Susu dan bahan susu (minimal 2 cangkir).
Altematif
keempat :
- Makanan yang hanya mengandung protein saja seperti keju, kacang polong atau kacang kedelai (tahu, tempe) dan telur sebanyak 3 atau 4 butir per minggu.
Aftematif
kelima :
- Makanan yang bermineral dan vitamin A serta vitamin B12.
Altematif
keenam :
- Dapatkan vitamin D dari sinar matahari atau susu yang tidak terradiasi.
Altematif
ketujuh
- Jaga kebutuhan kalori (tambah minyak dan kacang) untuk vegeterian :
>
Ganti susu hewani dengan susu kedelai, sayuran hijau dan buah buahan.
>
Minimal makan dari 2 hal berikut setiap kali makan guna memenuhi kebutuhan asam
amino, yaitu :
- Buah buahan atau kacang kacangan.
- Buncis kering atau kedelai rebus (tahu).
- Gandum.
B.
Pasien buta
Biasakan
mereka belajar makan sendiri. Perawat harus selalu memotivasi mereka untuk
mandiri. Namun, untuk pasien buta sementara, seperti : akibat operasi, perawat
perlu menyuapi pasien ketika makan. Agar mereka mengenal ruang atau tempat
makan perlu dijelaskan dan dikenalkan ruang atau tempat makan tersebut. Jangan
lupa untuk memberi tahu pasien bila makanan yang diberikan berupa makanan yang
panas.
C.
Pasien yang tidak dapat mengunyah
Bagi
pasien yang tidak dapat mengunyah baik akibat kecelakaan, tumor, operasi,
maupun fraktur pada rahang, diperlukan suatu modifikasi agar pasien bisa makan.
Hal yang perlu diperhatikan oleh perawat adalah kemungkinan pasien merasa
rendah diri atau malu. Untuk itu, perawat perlu menjaga privacy dan harga diri
pasien. Bila ternyata perlu disuapi, tanyakan pada pasien, apakah pasien mau
disuapi oleh keluarganya. Karena biasanya pasien lebih suka disuapi anggota
keluarga daripada oleh perawat.
D.
Mempersiapkan pasien makan
Hal
hal yang perlu diingat:
•
Beri kesempatan ke kamar mandi sebelum makan
•
Minta pasien membasuh tangan, berkumur atau gosok gigi dan menyeka muka
•
Aturlah pasien pada posisi senyaman mungkin : duduk dikursi, dipinggir tempat
tidur atau bersandar di tempat tidur
•
Letakkan meja pada posisi yang cocok dan rapikan benda benda yang tidak
diperlukan
•
Bawa makanan segera setelah pasien merasa sudah siap, untuk menghindari rasa
lelah
•
Hindari melakukan test obat yang tidak enak sebelum atau sesudah makan
•
Buang bau bau yang tidak sedap ke tempat sampah
•
Tutupi hal hal yang tidak enak dipandang mata sewaktu makan, seperti luka atau
darah
•
Ganti baju pasien bila diperlukan
•
Bila perlu luangkan waktu untuk bersama sama selama mungkin
•
Jelaskan makanan makanan tertentu dan kegunaannya
•
Pertimbanglkan kebiasaan dan budaya pasien
•
Susun hidangan dengan menarik
•
Bantu memasang serbet atau handuk supaya tidak terkena tumpahan makanan
•
Temani pasien ketika makan
E.
Cara menyuapi pasien
Langkah
langkah kerjanya:
•
Cuci tangan
•
Usahakan agar pasien merasa nyaman
•
Pasang serbet atau handuk untuk menghindari makanan jatuh ke pakaian pasien
•
Letakkan hidangan senyaman mungkin
•
Jangan terburu buru
•
Duduk dengan santai supaya terasa rileks
•
Gunakan alat alat yang perlu, seperti : garpu atau sendok
•
Beri tahu pasien jika makanan panas atau dingin, anjurkan untuk mencicipi
makanan terlebih dahulu
•
Hati hati terhadap cairan panas
•
Suapi sedikit demi sedikit dan kaji pasien, jangan sampai tersedak
•
Setelah makan atur posisi sehingga ia merasa nyaman
F.
Memotivasi pasien mengkonsumsi cairan
Dokter
sering menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi cairan sebanyak mungkin, tetapi
bagi pasien akan lebih baik jika diberikan sedikit demi sedikit. Untuk itu
perawat dapat memotivasi pasien untuk minum dengan cara menawarkan cairan
tersebut setiap kali perawat masuk ke ruangan pasien.
3. Nutrisi Enteral dan Parenteral
Meskipun
pencernaan oral melalui saluran normal atau saluran pencernaan merupakan cara
terbaik untuk masukan nutrisi pada pasien, tetapi dalam kondisi-kondisi
tertentu cara ini bukan menjadi pilihan. Ada dua cara lain pemberian makanan
dirumah sakit yaitu nutrisi enteral dan parenteral (Hui, 1985 hal 245).
Nutrisi
enteral adalah pemberian makanan secara langsung ke dalam saluran pencernaan
melalui selang (tube) atau dengan melakukan suatu insisi (perlukaan) pada area
yang dituju. Sedangkan nutrisi parenteral adalah pemberian makanan secara
langsung melalui injeksi sari sari makanan ke dalam pembuluh darah vena. Contoh
nutrisi parenteral adalah terapi intravena dan nutrisi parenteral total atau
parsial
Nutrisi
Enteral
Ketika
pemberian makanan melalui mulut tidak memungkinkan dilakukan pada pasien, maka
nutrisi enteral merupakan suatu pilihan. Misalnya, pasien dengan tumor kepala
dan leher, pasien dengan masalah masalah pada usus dan luka bakar yang parah.
Pada kondisi-kondisi ini pemberian makanan dapat menggunakan selang (tube)
melalui hidung ke lambung (nasogastric), jejunum, atau selang (tube) gastrotomi.
Dapat juga dari hidung ke kerongkongan (nasopharyngeal route) atau dengan
melakukan insisi pada usus bagian atas (Jejunostomi) (Hui, 1985 hal. 245).
Masalah
masalah yang mungkin ditemui pada terapi nutrisi enteral, antara lain : masalah
osmolalitas, ketidak seimbangan elektrolit, komplikasi gastro intestinal dan
sikap ketergantungan karena pemberian makanan melalui selang (Farley, 1988).
Naso
Gastric Tube (Selang Naso Gastrik)
Selang
naso gastrik atau naso gastric tube (NGT) adalah pemasangan selang (tube) dari
rongga hidung ke lambung untuk memasukkan makanan cair atau obat obatan cair
atau padat yang dicairkan. Indikasi pemasangan NGT adalah pasien tidak sadar
(koma), pasien dengan masalah saluran pencernaan atas seperti penyempitan atau
stenosis pada esofagus, tumor pada mulut, faring atau esofagus. Pasien yang
tidak mampu menelan dan pasien pasca operasi pada mulut, faring atau esofagus.
Pemasangan
selang NGT hanya dapat dilakukan perawat sesuai program medik. Prosedur ini
membutuhkan
keahlian karena perawat harus memastikan bahwa NGT tidak masuk ke dalam paru
paru. Pemberian makanan melalui selang NGT tidak boleh dilakukan sampai perawat
yakin bahwa selang NGT tepat masuk ke dalam lambung.
Komposisi
makanan yang diberikan melalui NGT tergantung pada kemampuan pasien mencerna
dan menyerap sari makanan dan keperluan pasien akan sari makanan. Campuran
makanan yang diberikan melalui NGT biasanya berupa campuran makanan komersial
(siap pakai) dan dapat diperoleh pada apotik atau berupa campuran yang biasa
dipakai dalam suatu rumah sakit dimana keduanya hanya dapat diberikan jika ada
resep sesuai program medik. Frekwensi pemberian makanan dan jumlah makanan yang
diberikan juga sesuai dengan yang terdapat pada program medik.
Pada
orang dewasa jumlah makanan yang diberikan biasanya 300 500 cc dalam setiap
kali pemberian. Standar larutan yang diberikan berisi 1 kalori per milimeter (1
cc) dari larutan protein, lemak, karbohidrat, mineral, atau vitamin dalam
proporsi tertentu. Makanan yang sering diberikan biasanya susu, gula, telur dan
minyak sayuran (Kozier, & Erb, 1983 hal 678).
Hal
pertama yang dilakukan perawat ketika akan memberi makanan melalui NGT adalah
memastikan bahwa letak selang NGT tepat dilambung. Kemudian memasukkan cairan
berkisar 10 15 cc ke dalam selang nasogastrik. Lalu memasukkan campuran
makan/makanan secara perlahan lahan. Makanan yang diberikan tidak boleh terlalu
panas atau dingin tetapi sesuai dengan suhu kamar untuk mencegah iritasi mukosa
lambung.
Hal
penting lainnya yang perlu diperhatikan perawat adalah bahwa pemberian makan
tidak dilakukan dengan tekanan tinggi karena dapat menyebabkan flatus dan
refleks muntah. Berdasarkan alasan ini, biasanya perawat meletakkan ujung
selang (tempat masuk makanan) setinggi satu kaki, di atas kepala pasien dan
membiarkan cairan/campuran makanan masuk ke lambung secara lambat mengikuti
gaya gravitasi. Setelah semua campuran makanan masuk ke lambung, perawat
membilas selang nasogastrik dengan cara menginjeksi cairan (5 10 cc) dengan
tekanan yang rendah.
Perawat
bertanggung jawab dalam mengkaji kemungkinan komplikasi akibat pemasangan NGT (Taylor,
dkk, 1989 haL 792), yaitu :
•
Dehidrasi, diare dan kram pada usus. Gejala gejala ini sering timbul ketika
campuran makanan yang digunakan dalam konsentrasi tinggi dan kandungan
karbohidrat tinggi.
•
Ditemukan glukosuria dan sering buang air kecil. Tanda ini dapat timbul karena
campuran makanan yang diberikan mengandung karbohidrat tinggi.
•
Mual. Rasa mual biasanya terjadi akibat pengosongan lambung yang lambat.
•
Aspirasi campuran makanan. Hal ini merupakan komplikasi yang serius. Aspirasi
dapat dicegah dengan mengatur pasien dalam posisi setengah duduk.
•
Muntah. Muntah cenderung terjadi ketika makanan tidak meninggalkan lambung.
Dalam kondisi ini, perawat dapat mengecek residu lambung dan mengkaji ulang
jumlah campuran makanan yang diberikan.
Cara
pemasangan NGT:
Cara
|
Rasional
|
1. Inspeksi keadaan rongga mulut dan rongga
hidung pasien, gunakan sarung tangan bila perlu
|
|
2. Palpasi abdomen pasien
|
|
3. Periksa catatan keperawatan dan status
pasien serta lembar catatan medik/pengobatan spt: rencana operasi
|
|
4. Siapkan alat-alat:
a. Selang NGT nomor 14, 16 atau ukuran yg
lebih kecil untuk anak-anak
b. siapkan jelly/lubricant.
c. kertas tes pH
d. sudip lidah
e. penlight/senter
f. syringe/alat suntik ukuran 50-100 cc
g. plester yg tidak menyebabkan iritasi
h. bengkok
i. gelas untuk mengisi air
j. tissue
k. normal saline (Nacl 0.9 %)
l. sarung tangan non steril dan steril
|
|
5. Jelaskan prosedur pemasangan pada pasien
|
|
6. cuci tangan dan pakai sarung tangan
|
|
7. Atur posisi pasien semi Fowler dengan
bantal dibelakang bahu/ naikkan bagian kepala
|
|
8. Siapkan alat alat yang diperlukan disamping
tempat tidur dan pasang tirai
|
|
9. berdiri disamping kanan tempat tidur
|
|
10. Taruh bengkok diatas dada dan berikan
tissu pada pasien
|
|
11. Anjurkan pasien untulk rileks dan bernapas
dengan salah satu hidung yang normal (fidak ada NGT), lalu lakukan aktivitas
pada salah satu hidung yang aliran udaranya tinggi. (karena untuk mencegah
ada/tidaknya obstruksi)
|
|
12.Ukur panjang NGT
yang akan dimasukkan / dipasang
- diukur dari ujung
hidung ketelinga lalu ke prosesus
xipodeus (bagian badan
sternum) paling akhir atau
ujung
|
|
13.Beri tanda pada
panjang NGT yang sudah di ukur, dengan menggunakan plester
|
|
14.Siapkan plester
dengan panjang 10 cm 2 buah
|
|
15.Pasang dan beri
lubricant sepanjang NGT yang akan dipasang ke lambung
|
|
16.Instruksikan pasien
untuk mengekstensikan leher kebelakang, lalu masukkan secara perahan lahan
melalui lubang hidung sampai pada panjang selang yang ditentukan telah
|
|
17. lanjutkan
memasukkan tube NGT sepanjang rongga hidung. Jika merasakan agak tertahan,
putarlah selang NGT dan jangan paksakan untuk dimasukkan
|
|
18. Jika tetap ada
hambatan, cabut NGT, anjurkan pasien istirahat, olesi kembali selang NGT dan
masukkan kembali selang NGT pada hidung yang lain
|
|
19. Lanjutkan memasang
selang NGT sampai melewati nasofaring.Jika gagal :
a. Hentikan pemasangan, suruh pasien rileks dan beri tissu
(untuk menyerap liur)
b. Jelaskan bahwa pasien harus menelan ketika selang masuk ke
faring
|
|
20. Setelah selang
melewati nasofaring (3 4 cm) anjurkan
pasien untuk menekuk
leher dan anjurkan untuk menelan
|
|
21. Jika setelah
selesai memasang NGT sampai pada ujung yang telah ditentukan, anjurkan pasien
rileks dan bernafas normal
|
|
22. Lakukan tes untuk
mengetahui letak masuknya selang NGT. Ada 2 cara:
a. injeksi 15 sampai 20 cc kedalam lambung dan
pada saat bersamaan auskultasi daerah lambung
b. masukkan ujung bagian luar selang NGT ke dalam mangkuk yang
berisi air, bila ada gelembung udara berarti masuk ke paru paru dan jika
tidak ada berarti selang masuk pada lambung.
|
|
23.Fiksasi selang
dengan plester yang telah disediakan. Fiksasi sisa selang dengan menggunakan
peniti ke pakaian pasien.
|
|
Prosedur
Pencabutan NGT
Cara
|
Rasional
|
1 . Periksa instruksi dokter untuk pencabutan
NGT
|
|
2. Jelaskan prosedur kepada klien
|
|
3. Siapkan pencatatan
|
|
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
|
|
5. Buka peniti selang dari pakaian klien
secara hati hati.
|
|
6. Tempatkan handuk diatas dada klien secara
hati hati, buka plester dari hidung
|
|
7. Instruksikan klien untuk menarik nafas
dalam dan menahannya
|
|
8. Jepit selang dengan pinset secara hati hati
dan cabutlah selang ketika pasien menahan nafas
|
|
9. Tempatkan ujung selang ke dalarn kantong
plastik
|
|
10. Bersihkan mulut dan hidung klien dan beri
kenyamanan
|
|
11. Pindahkan semua peralatan dan cuci tangan
|
|
12. Catat hasil pencabutan selang
|
|
Nutrisi parenteral
Dalam berbagai kasus, seorang pasien
dapat memperoleh makanan langsung melalui aliran darah atau melalui jalan
pintas sistem pencernaan.
a. Terapi Intravena
Untuk
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit digunakan terapi intravena yaitu
pemberian cairan natrium klorida (saline), amonium klorida dan dextrosa (5 20
%), Ringer laktat melalui pembuluh vena. Terapi ini biasanya diberikan pada
proses kelahiran yang abnormal, pembedahan atau pasien dengan gastroenteritis.
Selain itu, terapi ini dilakukan bila pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan
yang memadai secara enteral, seperti pada pasien kanker yang menjalani terapi
intensif, luka bakar yang parah (derajat III atau IV), sepsis dan fraktur
ganda.
Tujuan
terapi ini untuk memenuhi kebutuhan kalori minimal dan diberikan kepada pasien
selama 1 2 hari untuk mencegah kelaparan.
b. Nutrisi Parenteral Total
Nutrisi
parenteral total (Total Parenteral Nutrition/TPN ) adalah suatu terapi yang
kompleks dilakukan untuk memenuhi keperluan nutrisi pasien melalui rute intravena.
Larutan yang digunakan dalam terapi ini adalah larutan hiperosmolar
(konsentrasi tinggi). Keberhasilan terapi ini tergantung pada jenis makanan
yang diresepkan, penanganan kateter intravena, perawatan luka insisi dan
penanganan komplikasi sebagai akibat terapi ini (Grant, 1988).
Pemberian
terapi nutrisi parenteral total bertujuan untuk memberikan kalori dalam jumlah
yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Bahan
makanan tersebut diberikan melalui pembuluh vena sentral yang memiliki aliran
darah yang cepat, seperti : vena subclavia, vena jugularis atau pembuluh vena
besar lainnya (Hui, 1985, hal 252).
Beberapa
alasan dilakukannya terapi nutrisi parenteral total adalah pertama, organ
tubuh secara langsung dapat menerima dan menggunakan kalori, asam amino, asam
lemak esensial, vitamin dan mineral tanpa sisa. Kedua, saluran
pencernaan dapat diistirahatkan. Ketiga, mempercepat proses pertumbuhan
organ dan jaringan tubuh karena langsung memperoleh nutrisi dalam jumlah yang
memadai. Keempat, TPN dapat menyebabkan peningkatan berat badan,
menjadikan keseimbangan nitrogen positif, mempercepat penyembuhan luka serta
sintesis hormon dan enzim.
Terapi
ini hanya digunakan apabila masukan makanan secara enteral tidak memadai atau
merupakan kontra indikasi. TPN tidak diberikan pada pasien yang saluran
pencernaannya dapat berfungsi selama 7 sampai 10 hari, pada pasien yang masih
dapat mencerna makanan dengan baik, pada pasien yang mengalami stress atau
trauma. Terapi ini juga tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor yang telah
mengalami metastasis (Grant, 1988).
EVALUASI
Kriteria hasil untuk pasien dengan
masalah nutrisi tergantung pada diagnosa keperawatan. Beberapa kriteria yang
dapat digunakan :
• Pasien dapat makan sendiri
• Kebutuhan energi pasien dapat
terpenuhi
• Berat badan berkurang 2 kg dalam
14 hari (untuk pasien dengan obesitas)
• Berat badan naik 0,2 kg dalam 7
hari (untuk pasien dengan berat badan yang menurun)
• Pasien dapat makan tanpa keluhan
mual dan muntah
• Komposisi bahan bahan nutrisi
esensial dalam diet seimbang.
TANDA
DAN GEJALA
|
||
NUTRISI
MEMADAI
|
NUTRISI
TAK MEMADAI
|
|
Penampilan (gambaran Umum)
|
|
|
Gambaran khusus
|
|
|
Berat
|
|
|
Rambut
|
|
|
Muka (wajah)
|
|
|
Mata
|
|
|
Bibir
|
|
|
Lidah
|
|
|
Gigi
|
|
|
Kelenjar
|
|
|
Kulit
|
|
|
Kuku
|
|
|
Kerangka
|
|
|
Otot
|
|
|
Extremitas
|
|
|
Abdomen
|
|
|
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi
pencapaian tujuan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan tentang status
nutrisi pasien, dapat digunakan tabel diatas yang menunjukkan perbedaan status
nutrisi yang memadai dan tidak memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar