KONDISI YANG MEMPERBOLE HKAN GHIBAH (MENGGUNJI NG)
Asal hukum ghibah adalah haram berdasarka n dalil-dali l yang tegas melarangny a, namun demikian Imam Nawaawi dan
Ulama-ulam a lain
menuturkan
kondisi-ko ndisi yang
memperbole hkan seseorang
menggunjin g karena bertujuan
yang dilegalkan syara’ yang
tidak mungkin dapat dilakukan perbaikan kecuali tanpa
melakukaka n GHIBAH, kondisi tersebut
adalah :
1. TERANIAYA
Diperboleh kan bagi
orang yang teraniaya mengadukan
penganiaya nya pada penguasa,
hakim, dan orang-oran g yang
memiliki kekuasaan untuk menghentik an penganiaya annya dengan menyebut langsung nama
pelakunya, misalnya “Si Anu telah
melakukan tindakan ini padaku” atau “Si Anu mengambil seseuatu dariku” dan
sebagainya
2. MEROBAH KEMUNGKARA N
DAN KEMAKSIATA N PADA KEBENARAN
Dengan menyebut nama pembuat kemaunkara n serta kemaksiata n pada seseorang yang di harapkan mampu
merobahnya dengan berkata “Si
Anu telah melakukan tindakan ini, maka cegahlah.. !!” dengan tujuan menghilang kan kemungkara n bila tidak maka menggunjin gnya hukumnya haram.
3. DALAM RANGKA MEMINTA SARAN/ NASEHAT
Misalkan seseorang yang mengatakan :
“Ayahku atau Saudaraku atau Si Anu menganiaya diriku,
apa tindakan tersebut berhak ia lakukan ?
Bagaimana caraku keluar dari masalah ini ?
Bagaimana aku dapat memperoleh hak-hakku ?” Dan sebagainya
Yang demkian diperboleh kan karena ada kepentian
menggunjin gya, namun sebaiknya
untuk berhati-ha ti sebaiknya
dalam rangka meminta saran ini tidak dikatakan pelakunya secara lansung semisal
dengan pernyataan :
”Bagaimana pendapat anda
tentang seorang lelaki yang melakukan semacam ini ?”
” Bagaimana pendapat anda tentang seorang suami atau istri yang
melakukan semacam ini ?” dan semacamnya karena tujuan meminta saran dengan perkataan
semacam inipun bisa ia dapatkan, meskipun penyebutan pelaku secara langsung juga
diperboleh kan
berdasarka n hadits dari Hindun
ra saat ia meminta saran dari Nabi shallallaa hu alaihi wasallam dengan berkata “Wahai
rasulullah ,
sesungguhn ya Abu Sufyan lelaki
pelit.. dst” dan Nabi pun tidak melarangny a.
4. MEMBERI PERINGATAN PADA
KAUM MUSLIMIN
Menurut Imam Nawawy dalam permasalah an ini terdapat 5 gambaran :
a. Menerangka n/ menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam sebuah riwayat
hadits/ saksi, kebolehan ghibah
dalam hal ini disepakati ulama dalam
rangka kemurnian syariat.
b. Membicarak an
seseorang dalam rangka musyawarah
semacam hendak mengikat tali perkawinan
c. Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang cirri yang tidak
ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya bukan dalam rangka menghina atau
merusak citra.
d. Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu atas dua
pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli bid’ah maka boleh bagimu
memberi nasehat padanya.
e. Mengadukan seorang
pimpinan pada atasannya atas ketidakpro fesionalan nya atau kefasikann ya agar diketahui dan segera diganti supaya tidak
tertipu dan dilanggeng kan
kepimpinan nya.
5. KEKURANGAN YANG
TERANG-TER ANGAN IA LAKUKAN
Bila seseorang terang-ter angan menjalani kefasikan atau
kebid’ahan nya, maka boleh
menyebutka n cela yang secara
jelas ia lakukan dan haram menyebutka n lainnya kecuali bila ada hal yang
memperbole hkan
penyebutan laiinya.
6. PENAMAAN
Boleh menyebutka n
kekurangan orang lain bila
justru ia lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangan nya seperti “Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si
Cebol, Si Buta, Si Buntung” dan sebagainya asalkan tidak bertujuan
merendahka n
kekurangan nya dan bila masih
memungkink an penamaan dengan
selain kekurangan nya tentu lebih utama
dan bijaksana.
Wallaahu A’lamu Bis Showaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar