Luka bakar (combustio/burn)
adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal),
listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation)
.
Insiden
Perawatan luka bakar
mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan
menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri
dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada
klien dan keluarganya.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan
medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000
diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat.
Luka bakar merupakan
penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki
cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).
Etiologi
Luka bakar dikategorikan
menurut mekanisme injurinya meliputi :
Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas)
disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau
objek-objek panas lainnya.
Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia)
disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia
dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan
dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat
kimia diketahui dapat menyebabkan luka
bakar kimia.
Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric
(listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya
kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai
tubuh.
Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi
disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
Faktor Resiko
Data yang berhasil
dikumpulkan oleh Natinal Burn Information Exchange menyatakan 75 % semua kasus injuri luka bakar, terjadi
didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari 70 tahun beresiko tinggi untuk terjadinya luka bakar.
Efek Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang
terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukuran
luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat
lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar
yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body
surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat
bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas
dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh, seperti :
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka
bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes,
dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara
langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler.
Injuri yang langsung mengenai memberan selmenyebabkan sodium masuk dan
potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya
tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan
interstitial dan yang dalam keadaan
lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara
evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada
orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. (lihat tabel 1)
Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk
orang dewasa
Rute
|
Jumlah (ml) pada suhu normal
|
Urin
Insensible
losses:
· Paru
· Kulit
Keringat
Feces
|
1400
350
350
100
100
|
Total
:
|
2300
|
Sumber : Adapted form A.C. Guyton,
Textbook of medical physiology, 7th ed. (Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986)
p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan
penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali
dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi
penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah
luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal
sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput kembali normal dan
kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24
jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar
volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun
sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel
darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian
mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan
Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya
adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju
usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan
disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami
depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi
immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi
neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami
luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi
arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung
compliance”.
a.
Smoke
Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang
seringkali berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang
diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi
meliputi adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada
oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan,
tachipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara
serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru
dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri
inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu
substansi organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat
terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam
darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah.
Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 2) :
Tabel 2 :
Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%)
|
Manifestasi
Klinik
|
5
– 10
11
– 20
21
– 30
31
– 40
41
– 50
>
50
|
Gangguan tajam penglihatan
Nyeri kepala
Mual, gangguan ketangkasan
Muntah, dizines, sincope
Tachypnea, tachicardia
Coma, mati
|
Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of
inhalation injuries. Critical
Care Clinics of North
America, 3(2),
195.
Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri
luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar,
kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia
Berikut ini akan dijelaskan
sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat
dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang
rusak.
Tabel 3 : Kedalaman Luka Bakar
1. Superficial (derajat I), dengan
ciri-ciri sbb:
· Hanya mengenai lapisan
epidermis.
· Luka tampak pink cerah sampai
merah (eritema ringan sampai berat).
· Kulit memucat bila ditekan.
· Edema minimal.
· Tidak ada blister.
· Kulit hangat/kering.
· Nyeri / hyperethetic
· Nyeri berkurang dengan
pendinginan.
· Discomfort berakhir kira-kira
dalam waktu 48 jam.
· Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
2. Partial thickness (derajat
II), dengan
ciri sbb.:
· Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial
partial thickness dan deep partial thickness.
· Mengenai epidermis dan dermis.
· Luka tampak merah sampai pink
· Terbentuk blister
· Edema
· Nyeri
· Sensitif terhadap udara dingin
· Penyembuhan luka :
Ø Superficial partial thickness : 14 - 21
hari
Ø Deep partial thickness : 21 - 28 hari
(Namun demikian
penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
3. Full thickness (derajat
III)
· Mengenai semua lapisan kulit,
lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan
pembuluh darah.
· Luka tampak bervariasi dari
berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
· Tanpa ada blister.
· Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
· Edema.
· Sedikit nyeri atau bahkan tidak
ada rasa nyeri.
· Tidak mungkin terjadi
penyembuhan luka secara spontan.
· Memerlukan skin graft.
· Dapat terjadi scar hipertropik
dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
4. Fourth degree (derajat IV)
· Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk
menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of nine, (2) Lund and Browder,
dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang
dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu
alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar.
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian
anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat
gambar 1).
Pada metode Lund and
Browder merupakan modifikasi
dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan
perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar (lihat gambar 2 atau
tabel 2).
Selain dari kedua metode
tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metodehand
palm. Metode ini adalah cara menentukan luas
atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak
tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi
luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali
berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian
seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi
terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara
permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh
urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat
menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi
pulmoner.
d. Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung,
penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal, khususnya diabetes,
insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus diobservasi
karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang
memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih tinggi dibandingkan klien
luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula klien luka
bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu
juga klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama
berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan
lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
e. Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan
faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secra
umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan
perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas
yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal.
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan
jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau
alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk
diketahui dan diperhatikan karena
dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih
berbahaya dari pada direct
current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi
ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang
atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat
kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.
f. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi
pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang
tua yang terkena luka bakar merupakan
akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi,
gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu
juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi
lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga
situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka
bakar.
2. Kategori berat luka bakar menurut ABA
Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn
Asociation/ABA) mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar.
Perkumpulan itu mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori,
dengan petunjuknya seperti tampak dalam tabel berikut :
Tabel 4 : Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar menurut ABA
Luka Bakar Berat
· 25 % pada orang dewasa
· 25 % pada anak dengan usia
kurang dari 10 tahun
· 20 % pada orang dewasa dengan
usia lebih dari 40 tahun
· Luka mengenai wajah, mata,
telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
· mengakibatkan gangguan
fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
· LB karena listrik voltage
tinggi
· Semua LB dengan yang disertai
injuri inhalasi atau truma yang berat.
Luka Bakar Sedang
· 15-25 % mengenai orang dewasa
· 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun
· 10-20 % pada orang dewasa usia
lebih dari 40 tahun
· <>
Luka Bakar Ringan
· <>
· <>< 10 th
· <>> 40 th
· Tidak ada resiko gangguan
kosmetik atau fungsional atau disabiliti.
Dari American Burn Association.
(1984). Guidelines for service standars and severity classification in the
treatment of burn injury. Bulletin
of the American College of Surgeons, 69(10), 24-28.
Management
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi
setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin.
Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan
pada pengkajiandata yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien
dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya
dapat dilihat pada rencana perawatan di halaman lainnya.Secara
klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase emergent
dan resusitasi 2) Fase acut dan 3)
Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang fase tsb.:
1. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury
dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi
pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah
untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang
termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di
bagian emergensi dan (c) periode
resusitasi. Hal tersebut akan dibahas
berikut ini :
a. Perawatan sebelum di rumah
sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa
ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir
ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai
dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau
menghilangkan sumber panas (lihat tabel).
Tabel 5 :
Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit
1. Jauhkan penderita dari sumber
LB
· Padamkan pakaian yang terbakar
· Hilangkan zat kimia penyebab LB
· Siram dengan air
sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
· Matikan listrik atau buang
sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan
arus (nonconductive)
2. Kaji ABC (airway, breathing,
circulation):
· Perhatikan jalan nafas (airway)
· Pastikan pernafasan (breathibg)
adekwat
· Kaji sirkulasi
3. Kaji trauma yang lain
4. Pertahankan panas tubuh
5. Perhatikan kebutuhan untuk
pemberian cairan intravena
6. Transportasi (segera kirim
klien ka rumah sakit)
Diambil dari Trunkey, D.D. (1983). Transporting the critically burned patient.
In T.L. Wachtel, et al. (Eds): Current
Topics In Burn Care,Rockville, MD: Aspen Publications.
b. Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari
tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau
penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di
bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah
diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka
masalah inilah yang harus diutamakan
(1) Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan
pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau
tidak adalah dengan memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat
menjalankan atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan
perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka
klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap
luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan
luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen
nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk
digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang
pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir
dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi
dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus
toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan
terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan
yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara
steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang
perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien
dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah
tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal
dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga
harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan
kesehatan
Pendidikan tentang perawatan
luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan
perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.
(2) Penanganan Luka Bakar
Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada
bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian
cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis
tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap
penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas,
kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma
lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya
trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya
perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan
ditangani.
b) Resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan
intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan
melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau
pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas,
maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti
subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin
diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula
yang telah dikembangkan seperti
pada tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel 6 : Formula resusitasi
cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
24
jam pertama
|
24
jam kedua
|
||||||
Formula
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
|
Evans
|
Normal saline
1 ml/kg/%
|
1 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
2000 ml
|
|
Brooke
|
RL
1,5 ml/kg/%
|
0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5-0,75 kebutuh-an 24
jam I
|
0,5-0,75 kebutuh-
an 24 jam I
|
2000 ml
|
|
Modifi-kasi Brooke
|
RL
2 ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
|||||
Parkland
|
RL
4 ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
||||
Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi,
W.G. (1991). Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care
Nursing Clinics of North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983),
Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic
in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Periode resuscitasi dimulai
dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas kapiler kembali
mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami
penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk
meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi
cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta menghindari
komlikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula
yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel
diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang
pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya injury luka bakar. Faktor
lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi injuri,
keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang
dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan
pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak
diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas
kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung protein
kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24
jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan,
dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat
bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus
disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan
resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus
dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan
indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric
tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20
% -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat
terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital
signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi
yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat
tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar
akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini,
elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas
darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi.
Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring
EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat,
khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada
klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai
melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui
intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan
lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk
mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien
LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan
tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang
lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi
yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat
kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di
ruang tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme
injurinya. Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa
yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika
klien menderita LB karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya,
tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri.
Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu
seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan
dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena
itu semua mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula
diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling
ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi,
oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi
selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada
pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan
bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen;
walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena
pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan
yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena LB yang melingkari bagian
tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur
klien dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak
nyeri. Namun jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika
perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy.
Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi.
Demikian juga, escharotomy
dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk memperbaiki
ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan
monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian
emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju
hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai
kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas
yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung.
Tindakan ini dapat membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB
ringan kompres dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju
fasilitas kesehatan.
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien
secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler membaik dan diuresis
telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri.
Fokus
management bagi klien pada fase akut adalah
sebagai berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi,
managemen nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada
klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
· Oropharynx
· Fecal flora
· Kulit yg tidak terbakar dan
· Kontaminasi silang dari staf
· Kontaminasi silang dari
pengunjung
· Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi
infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan
meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan
pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik
harus ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.
Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita
infeksi baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan
luka. Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat
dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam(immersion) dan dengan shower (spray).
Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut.
Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah
hipotonik) melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama
hidroterapi, luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan
menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine
dan chlorohexidine. Perawatan haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin
terjadinya pendarahan dan untuk
mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan
hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang
baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat
dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi
pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka
melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka
pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan dengan
tindakan pembedahan.
a) Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu
dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan forcep untuk memotong
dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain yang juga
efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan
cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering
kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu
dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
b) Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan
debridemen dengan menggunakan preparat enzym topical proteolitik dan
fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna jaringan yang
necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan
lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung
terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dengan
penanganan ini dan harus dikaji secara terus-menerus selama treatment
dilakukan.
c) Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan
devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik yang dapat digunakan : Tangential Excision dan Fascial
Excision. Pada tangential exccision
adalah dengan mencukur atau menyayat lapisan eschar yang sangat tipis sampai
terlihat jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial excision adlaah
mengangkat jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan
untuk LB yang sangat dalam.
3) Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full
thickness pada awalnya dilakukan dengan menggunakan zat/obat antimikroba
topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat
perlu melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya
reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba
yang sering digunakan tampak pada
tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh karena itu
dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine
sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
Tabel Obat-Obatan Antimokroba Topical Yang
Digunakan Pada Luka Bakar (Luckmann, Sorensen, 1993:2004)
Obat
|
Spektrum
Antimikroba
|
Penggunaan
|
Efek
Samping
|
Perawatan
|
Krim Silver Sulfadia-zine 1%
Mafenide
acetate
Larutan
Mafenide acetate 5%
Silver nitrate 5%
|
Spektrum
luas, termasuk jamur
Spektrum
luas, Mempunyai aktivitas terhadap jamur meskipun sedikit.
Spektrum luas
Spektrum luas
|
2x/hari,tebal
1/16 inci.
Tak usah
dibalut.
2x/hari,1/16
inci.
Tdk usah
dibalut.
Balutan tipis
diperlukan dan dibasahi dengan- larutan untuk luka
Balutan yang
tebal diperlukan dan dibasahi dg larutan untuk luka
|
Leukopenia
setelah 2-3 hari pamakaian.
Ruam pada
otot
Hyperchloremic
metabolisme acidosis dari diuresis bicarbonat karena hambatananhydrase
carbonic.
Menimbulkan
rasa nyeri.
Pruritus.
Ruam pada
kulit
Kolonisasi
jamur.
Hyponatremia
Hypochloremia
Hypokalemia
Hypocalcemia
|
Kaji
efek samping.
Kaji keadekuatan managemen nyeri.Jika nyeri
dan rasa tak nyaman berlanjut, maka perlu dipertimbangkan penggunaan topikal
lainnya.
Gunakan
secara hati-hati pada klien dengan gagal ginjal.
Kaji efek samping
Kaji
keadekuatan managemen nyeri.
Cek serum elektrolit setiap hari.
Penetrasi terhadap eschar buruk.
|
b) Metode terbuka dan tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen
dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik terbuka maupun tertutup.
Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan
cream antimikroba secara merata dan dibiarkan terbukaterhadap udara tanpa
dibalut. Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu
setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat tersebut. kelebihan dari metode ini
adalah bahwa luka dapat lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM
sendi, dan perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan
dari metode ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan
efeknya psikologis pada klien karena seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan
metode tertutup, memerlukan bermacam-macam tipe balutan yang digunakan. Balutan
disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam
menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal kearah
proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari metode
ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka
, balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah membatasi
mobilitas menurunkan kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka
juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang mengganti
balutan saja.
c. Penutupan luka
1) Penutupan Luka Sementara
Penutupan luka sementara sering
digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel dibawah diperlihatkan berbagai
macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan sintetis yang telah
tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi khusus.
Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan
fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu
dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang lebih tepat.
Tabel : Penutup Luka Sementara yang digunakan
pada Luka Bakar
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian
Perawatan
|
Biologic
Amnion
Allograft
homograft
Xenograft
heterograft
|
Membran
amnion yang dibuat dari placenta manusia
Diambil dari
kulit manusia yang telah meninggal dunia dalam 24 jam setelah kematiannya.
|
Untuk
melindungi luka bakar partial thickness
Untuk
melindungi granulasi jaringan.
Untuk
membersihkan exudat luka
Untuk
menutupi eksisi luka dan untuk menguji daya penerimaan terhadap penggunaan
aoutograft
Untuk
meningkatkan penyembuhan luka bersih dan luka superficial-partial thickness
|
Penutup luka
diganti setiap 48 jam dengan amnion.
Observasi
eksudat luka dan tanda-tanda infeksi yang mungkin menunjukan adanya infeksi
pada allograft/xenograft
Xenograft
diatas jaringan granulasi diganti setiap 2-5 hari.
Untuk luka
superficial, pastikan luka selalu bersih.
|
Lanjutan
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian
Perawatan
|
Biosintetis
Biobrane
(WinthropPharmaceutical , New York City)
Integra
(Marion-Merrel Dow, Inc.,Kansas City)
|
Benang nylon samapai membran karet
silikon yang mengandung colagen
|
Balutan tempat donor
Meningkatkan penyembuhan luka
superficial-partial thiskness bersih.
Untuk digunakan terhadap eksisi luka.
|
Keamanan
sekitar kulit yang menggunakan sutura, staples, dan sutura dan
kemudiandibungkus dengan pembalut. Pembalut bagia luar ini dapat
diangkat/diganti dalam 48 jamuntuk mengecek/ mengetahui menempelnya
Biobrane. Bila telah menempel/menyambungmaka sutura, staples dapat diangkat.
Dan biarkan biobrane terekpose dengan udara
Tempat donor
baru dan penyembuhan tempat donor pada kaki memerlukan
penyokong selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi dan
bagian perifer luka.
|
i
2) Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal
dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri (autografting) adalah
pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh dan kemudian
digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang
operasi dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi
autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor; memperbaiki posisi
dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan khusus
autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Menkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat
menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan menempelnya kulit yang
dicangkok (graft) pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft. Bila
terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dg
menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika
jumlahnya cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan
menggunakan spuit dan jarum yang kecil.
b) Pengaturan Posisi dan
Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi
setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode waktu immobilisasi
tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada dasar luka.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat,
traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan
dan lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan untuk
mengurangi bahaya immobilisasi.
c) Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan
dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini tergantung pada ukuran ,
lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan perawatan juga
tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan dengan
menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah
pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan
dalam tindakan perawatan , namun luka pada tempat donor memerlukan tindakannya
memerlukan ketelitian yang sama untuk penyembuhan dan mencegah
infeksi. Jika tempat donor mengalami
infeksi, maka balutan harus diangkat
secara hati-hati dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan
digunakan obat antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion
lubrikasi dapat digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat
donor tersebut dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara lengkap.
d. Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi
yang adekuat selama fase akut sangatlah penting untuk meningkatkan
penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin
40-100% lebih tinggi dari keadaan
normal, tergantung pada luasnya luka
bakar. Respon ini diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang
menyebebkan peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah
ditutup. Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent
menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi terhadap terjadinya
hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat guna
meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak diharapkan.
Formula yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan,
jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya
adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka
bakar) = kcal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif
umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30 % atau
lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya penggunaan
ventilator mekanik, status mental dan
status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami luka bakar.
Adapun metode pemberian nutrisi
dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube feeding, periperal
parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e. Managemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang
dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan
penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat donor
akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan
halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena
ujung-ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung
saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan kopingnya.
Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri,
kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan rumah.
Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri
bersifat individual oleh karena itu maka rencana penanganan perawatan dilakukan
secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering
digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan menggunakan zat-zat
farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik yang
sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan
treatmennya. Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi
analgesik inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid
juga dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan
Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang berkaitan dengan
luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik
relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan
kecemasan dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan
bersamaan dengan penggunaan obat-obat farmakologik.
f. Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik
yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan tantangan bagi team yang
melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti dengan
fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi,
aktifitas sehari-hari harus diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase
acutsampai perbaikan fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan
scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien LB. Kontraktur akibat luka
dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih mudah terjadinya
kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang
digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi terapi posisi, ROM
exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabael dibawah ini merupakan
daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk klien dengan LB yang
mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas (inactivity
periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian
tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau
deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik
Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB
|
Posisi Terapeutik
|
Tehnik Posisi
|
Leher
Anterior
Keliling
Posterior/tdk simetris
Bahu/axila
Siku
Lengan
pergelangan tangan
metacrpal
sendi interpalangeal (MCP)
Sendi proximal dan distal
interpalangeal (PIP/DIP)
Ibu jari
ruang antar jari-jari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
|
Ekstensi
Netral ke ekstensi
Netral
Abduksi lengan 90-110 derajat
Ekstensi lengan
Ekstensi pergelangan tangan
MCP pleksi 90 derajat
Ekstensi PIP/DIP
Abduksi ibu
jari
Abduksi
jari-jari
Ekstensi paha
Ekstensi lutu
Netral
|
Tanpa bantal
Bantal kecil/gulungan sprei kecil dibawah cervical
untuk meningkatkan ekstensi leher.
Lakukan splinting (dibelat/dibidai)
Hand splint
Hand splint
Hand splint
hand splint dengan abduksi ibu jari
Supine dengan kepala datar dengan tempat tidur dan kaki
ekstensi
Posisi
prone
Supine
dengan lutut ekstensi
|
2) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada
fase akut untuk mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi.
Disamping itu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat
efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan
kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus dimulai bila secara
fisiologis klien telah stabil. ROM pasif termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu
melakukan latihan ROM aktif.
3) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk
mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau memperbaiki kontraktur. Terdapat
dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis
splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi, selama
tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mempertahankan
posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic splint
dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada klien dan
keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya melakukan latihan secara
kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien
dan dapat menjadi lebih kooperatif.
g. Mengatasi Scar
Hipertropi scar sebagai akibat
dari deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh. Beratnya hipertropi scar
tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman LB, ras, usia, dan tipe
autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar adalah dengan
terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan
perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages).
Sedangkan tindakan pembedahan
untuk mengatasi kontraktur dan hipertropi scar meliputi :
1) Split-thickness dan
full-thickness skin graft
2) Skin flaps
3) Z-plasties
4) Tissue expansion.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase
pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka bakar. Penekanan dari program
rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui
pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan
penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar,
meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta
pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
Perhatian khusus aspek
psikososial
Rehabilitasi
psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali
respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka bakar yang dapat
diidentifikasi, mulai dari “ketakutan sampai dengan psikosis” . Respon
penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang
budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image.
Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran
normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.
Fokus
perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien melalui intervensi yang tepat. (lihat Rencana
Perawatan).
Terdapat 4
tahap respon psikososial akibat
trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai berikut: impact; retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri); acknowledgement (menerima) dan reconstructive (membangun
kembali).
a. Impact.
Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock,
tidak percaya (disbelieve), perasaanoverwhelmed. Klien dan
keluarga mungkin menyadari apa yang terjadi tetapi kopingnya pada waktu itu
buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa keluarga
dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan untuk kepastian (assurance),
kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain dan kebutuhan akan
informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan anggota
keluarganya dapat ditangani, apa
yang akan dilakukan terhadap klien/anggota keluarganya, fakta-fakta tentang
perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa tindakan/prosedur dilakukan terhadap
klien.
b. Retreat or withdrawal (kemunduran
atau menarik diri)
Kemunduran (retreat) ditandai oleh represi,
menarik diri (withdrawal), pengingkaran/penolakan (denial) dan
supresi.
c. Acknowledgement (menerima)
Fase ketiga adalah menerima,
dimulai bila klien menerima injuri dan perubahan gambaran tubuh (body image).
Selama fase ini klien dapat mengambil manfaat dari pertemuanya dengan klien
luka bakar lainnya, baik dalam kontak perorangan maupun dengan kelompok.
d. Reconstructive (membangun
kembali)
Fase terakhir adalah fase
rekonstruksi, dimulai bila klien dan keluarga menerima keterbatasan yang
adaakibat injuri dan mulai membuat perencanaan masa datang.
Proses Keperawatan Luka Bakar
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah
awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data
subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh berdasarkan hasil
wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif
diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.
1. Data biografi
Langkah awal adalah melakukan
pengkajian terhadap data biografi klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain. Setelah pengkajian data biografi
selanjutnya dilakukan pengkajian antara lain pada :
2. Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka
bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine”
atau metode “Lund dan Browder”, seperti telah diuraikan dimuka.
3. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat
dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat
III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
4. Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai
tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang
dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah
wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai
ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena
terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan
nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang
mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina
dan menurunnya tajam penglihatan.
Lebih lanjut data yang akan
diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka bakar, beratnya luka dan
permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data tersebut melipuri
antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan kekuatan
otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM) yang
terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi kemungkinan
akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock neurogenik,
denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka akan
menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan
tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan
irama jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu
terbentuk edema hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan
terhadap tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah)
penting dilakukan.
Data yang berkaitan dengan
respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan gejala yang menunjukan adanya
cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat partikel karbon dalam
sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring dan dapat terjadi
sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan torak akan
terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui auskultasi
adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring) dan ronhi
karena akumulasi sekret di jalan nafas.
Data lain yang perlu dikaji
adalah output urin. Output urin dapat menurun atau bahkan tidak ada urin selama
fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah kehitaman jika terdapat
mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang lebih dalam. sedangkan
pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau bahkan tidak ada bunyi
usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka dapat pula
ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah.
5. Masalah kesehatan lain
Adanya masalah kesehatan yang
lain yang dialami oleh klien perlu dikaji. Masalah kesehatan tersebut mungkin
masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi luka bakar seperti diabetes
melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang akan memperlambat
penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya injuri lain yang
terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau trauma
lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap makanan,
obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus
yang lalu.
6. Data Penunjang
a.
Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan
sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat
injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena
depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis
(peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi
terhadap injuri.
c.
Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula
diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi.
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin)
dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
e. Serum elektrolit :
1) Potasium pada permulaan akan
meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah
merah dan menurunnya fungsi renal;
hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami
penurunan.
2) Sodium pada tahap permulaan
menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi
hipernatremia.
f.
Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10
mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.
g.
Alkaline pospatase : meningkat akibat
berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium.
h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap
stres.
i.
BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan
menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j.
Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam
urin mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran
protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
k.
Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru
terutama pada injuri inhalasi.
l.
Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri
inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada
saluran nafas bagian atas
m. ECG: untuk mengetahui adanya
gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik.
n. Foto Luka: sebagai
dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan luka bakar.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Fase Eemergensi (E)
1. Defisit volume cairan b.d. pe- ningkatan permeabi-litas
kapiler dan perpin-dahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstitial
|
Klien akan memperli-hatkan
perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai oleh :
· Tidak
kehausan
· Mukosa
mulut/bibir lembab
· Output
urine : 30-50 cc/jam
· Sensori
baik
· Denyut
nadi : <>
|
· Kaji
terjadinya hi-povolemia tiap 1 jam selama 36 jam
· Ukur/timbang
berat badan setiap hari.
· Monitor dan
doku-mentasikan intake dan output setiap jam
· Berikan
replace-ment cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai program.
· Monitor
serum elektrolit dan hematokrit.
|
· Perpindahan
cair- an dapat menye-babkan hipovo-lemia
· Berat badan
me-rupakan indek yg akurat keseim-bangan cairan.
· Output urine
me-rupakan pengu-kuran yg efektif terhadap keber-hasilan resusitasi cairan.
· Cairan
intravena dipergunakan un tuk memperbaiki volume cairan.
· Hiperkalemia
dan peningkatan hematokrit merupakan hal yang sering terjadi.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
2. Potensial illeus paralitik b.d. stress akibat injury.
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
3. Potensial gagal ginjal b.d. adanya hemachromagen dalam
urine karena luka bakar yang dalam
|
Perawat akan memoni-tor bunyi usus
normal aktif, adanya distensi
abdomen, produksi flatus dan
gerakan usus normal.
Perawat akan memoni-tor adanya
hemachro-magen dalam urine & output urine adekuat : 75-100 cc/hari
|
· Kaji
kebutuhan untuk pemasangan NGT.
· Kaji
fungsi usus :
Ø Auskultasi
bu-nyi usus tiap 4 jam
Ø Observasi
dis-tensi abdomen
· Monitor
output gaster, jumlah, warna dan ada-nya darah serta pH.
· Monitor
dan doku-mentasikan output urine setiap jam & warna urine.
· Pastikan
aliran ka-teter urine dalam keadaan baik.
· Berikan
cairan intravena sesuai program
· Siapkan
sampel urine untuk peme-riksaan kadar myo-globin/hemoglobin sesuai program
|
· Illeus
umumnya terjadi pada luka bakar > 20 - 25%
· Bunyi
usus mengindikasikan adanya peristal-tik.
· Distensi
abdomen menunjukan ter-jadinya illeus
· Pengeluaran
cair-an dari gaster memerlukan re-placement cair-an. Ulkus pada gaster sering
ter-jadi pada luka bakar berat.
· Urine
akan berwarna merah atau coklat gelap jika terdapat hemachromagen
· Kateter
dapat tersumbat oleh hemachromagen.
· Hemachromagen
akan terbilas atau keluar dari tubuh.
· Memberikan informasi tentang resiko gagal ginjal.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(Fase Akut) & (Emergensi)
4. Gangguan pertukaran gas b.d. keracunan carbonmo-noxida,
kerusakan paru akibat pabas.
|
Klien akan
menunjukan perbaikan pertukaran gas, yang ditandai oleh :
· Respirasi
16-24 kali/menit tanpa upaya
· PaO2
> 90 mmHg
· PaCO2 :
35-45 mm-Hg
· SaO2
> 95%
· Suara
nafas kedua paru bersih.
|
· Kaji tanda-tanda
respiratori distres yang ditandai oleh:
Ø Gelisah,
bing-ung (confuse)
Ø Terdapat
upaya nafas,
Ø Tachypnea,
Ø Dyspnea,
Ø Tachicardia,
Ø Kadar
PaO2 dan SaO2 menurun
Ø Cyanosis
· Monitor
kadar gas darah arteri dan COHb sesuai permintaan dokter
· Monitor
kadar SaO2 secara kontinu
· Berikan
oksigen seuai program
· Ajarkan
pasien penggunaan spirometri.
· Tinggikan
tempat tidur bagian kepala.
· Monitor
kebutuhan untuk pema-sangan intubasi endotraheal.
|
· Gangguan
pertu-karan gas dapat megakibatkan respiratori distres karena hypokse-mia.
· Memberikan data tentang efektifi-tas respirasi/
oksigenasi.
· Memberikan
data oksigenasi non-invasif.
· Menurunkan
hi-poksemia
· Mendorong
untuk bernafas dalam.
· Mempermudah
ekspansi paru
· Intubasi
mungkin diperlukan untuk memelihara oksi-genasi
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea,
menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri inhalasi
(E, A)
6. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat
luka bakar.
|
Bersihan jalan nafas klien akan
efektif, yang ditandai oleh:
· Suara
nafas bersih
· Sekresi
pulmoner bersih sampai putih
· Monbilisasi
sekreai pulmoner efektif
· Respirasi
tanpa upa-ya
· Respirasi
rate:16-24 kali/mnt
· Tidak
ada ronchi, whezing, stridor
· Tidak
ada dispnea
· Tidak
ada sianosis.
Perfusi perifer klien akan menjadi
adekuat, yang ditandai oleh:
· Denyut nadai
dapat diraba melalui palpa-si/Dopler
· Capilari
refill pada kulit yang tidak ter-bakar <>
· Tidak
ada kebal
· Tidak
terjadi pening-katan rasa nyeri pada waktu melakukan latihan ROM
|
· Ajarkan
klien un-tuk batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24 jam, kemudian
se-tiap 2-4 jam, saat terjaga.
· Letakan
peralatan suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan sen-diri oleh
klien.
· Lakukan
endotra-cheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-mentasikan
karak-teristik sputumnya.
· Lepaskan
semua perhiasan & pakai-an yg kencang/ sempit
· Batasi
penggunaan cuff tekanan darah yang dapat menye-babkan konstriksi pada
ekstremitas.
· Monitor
denyut arteri melalui pal-pasi atau dengan Dopler setiap jam selama 27 jam.
· Kaji Capilary
refill pada kulit yang tak terbakar pada bagi-an ekstremitas yg terkena.
|
· Mempermudah dalam
member-sihkan saluran nafas bagian atas.
· mendorong
klien untuk member-sihkan sendiri sekresi oral dan sputum.
· Menghilangkan
sekresi dari sa-luran nafas bagi-an atas. Warna, konsistensi, bau dan
banyaknya dapat mengindi-kasikan adanya infeksi.
· Dapat
membaha-yakan sirkulasi sebagai akibat terjadinya edema.
· Dapat
menurun-kan aliran arteri dan venous return.
· Menurnkan/menghilangkan
hipok-semia
· Capilary
refil menjadi meman-jang & gangguan sirkulasi.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
7. Hypotermia b.d. kehi-langan jaringan epitel dan fluktuasi
suhu udara.
|
Klien
akan memperta-hankan suhu tubuh yang normal, yang ditandai oleh core body
temperature antara 99,6 - 101,0 derajat F.
|
· Kaji tingkatan nye-ri dengan latihan ROM aktif
· Tinggikan ekstre-mitas yang terkena di atas
permukaan jantung.
· Dorong
klien untuk melakukan latihan ROM aktif
· Antisipasi
& siap-kan klien untuk escharotomy
· Perawatan
Post Escharotomy :
Kaji keadekuatan sirkulasi :
Ø Cek nadi
Ø Catat
warna, pergerakan & sensasi ekstre-mitas yang terkena.
· Atasi
perdarahan post operasi escharotomy dgn penekanan, elek-trocautery, menja-hit
pembuluh yang mengalami perda-rahan.
· Monitor
suhu rec-tal sesuai indikasi(setiap jam selama fase emergensi dan setelah
dilakukan pembedahan
|
· Iskemia jaringan menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
· Menurunkan
pembentukan edema dependen.
· Meningkatkan venous return dan menurunkan atropi otot.
· Escharotomi dila-kukan untuk memperbaiki sirkulasi dan
jaringan.
· Data-data tsb mengindikasikan perfusi yg adek-wat.
· Jaringan yang masih hidup di-bawahnya akan
berdarah.
· Hipotermia dapat terjadi setelah kehilangan kulit
karena rusaknya regulator panas.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Masalah Kolaborasi
(E, A)
8. Resiko tinggi terjadi stres ulcer b.d. respon stres
neurohormonal akibat luka bakar
(A)
9. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
meningkatnya kebutuhan metabolik untuk penyembuhan luka.
|
Perawat
akan memo-nitor perdarahan gas-trointestin dan akan mempertahankan pH gaster
> 5
Nutrisi
klien adekuat, ditandadi oleh dapat mempertahankan pada 85-90% berat badan
sebelum luka bakar.
|
· Batasi
bagian tu-buh yang terpapar selama melakukan perawatan luka
· Batasi
lama pengo-batan hidroterapi semapai dengan 30 menit atau kurang dengan suhu
air antara 98 - 102,0 derajat F
· Gunakan
pemanas luar / radiasi lampu pemanas.
· Pertahankan/peli-hara
ruangan pro-sedur tetap hangat.
· Monitor dan
doku-mentasikan nilai pH gaster dan ada-nya darah setiap 2 jam pada saat NGT
terpasang.
· Berikan
antacida dan/atau H2 resep-tor antagonis sesu-ai program dokter.
· Monitor
feses akan adanya darah.
· Kaji berat
badan sebelum luka bakar
· Konsulkan
pada ahli diet
|
· Bagian
yang ter-buka (terekspos) dapat menyebab-kan hipotermia. Panas keluar dari
luka yang terbu-ka dan setelah hidroterapi mela-lui evaporasi.
· Sumber
panas eksternal
· Sekresi
asam gaster dapat menyebabkan perdarahan
· Menurunkan
isi asam lambung
· Stres ulcer
me-nyebabkan per-darahan, dan mungkin dapat dieksresi keda-lam feses.
· Kebutuhan
kalori didasarkan pada berat badan pre luka bakar
· Untuk melakukan
kajian nutrisi.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
· Kaji pola
makan, kesukaan, alergi makanan dalam 72 jam setelah makan.
· Catat intake
kalori (jumlah kalori)
· Ukur berat
badan setiap hari untuk mengikuti kecende-rungan be at badan (kecuali: jika
pro-sedur operasi me-merlukan pemba-tasan pergerakan).
· Lakukan oral
higi-ene setiap shift/jika dibutuhkan.
· Atur
jadwal treat-men yang diberi- kan agar tak meng-ganggu jadwal ma-kan.
· Sediakan
waktu istirahat sebelumjam makan jika klien mengalami nyeri karena
prose-dur atau treatmen.
· Sediakan
alat bantu utk mempermudah makan.
· Dorong
klien/kelu-arga unttk memba-wa makanan kesu-kaan dari rumah.
· Berikan
nutrisi suplemen diantara jam makan.
· Berikan
reinforce-men positif untuk makan.
|
· Sebagai
data dasar
· Data
kuantitatif intake kalori
· Berat badan
akan stabil jika intake kaloti terpenuhi
· Mencegah
stoma-titis & meningkat kan selera makan
· Jika jadwal
ma-kan terganggu dapat menurun-kan intake kalori
· Nyeri
menurun-kan selera makan
· Mempermudah
perawatan diri
· Klien
akan selera dengan makanan yang disukai.
· Kebutuhan
kalori seringkali perlu ditingkatkan.
· Klien
anoreksia meyakini bahwa makan tidaklah bermanfaat
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
10. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan
kulit, ganggu-an respon imune, adanya pemasangan kateter (indweling urinary
cateter dan intravenous cateter), dan prosedur invasif (pengambilan sampel
darah baik arteri maupun vena dan bronchoscopy)
|
Klien tak
akan menga- lami invasi mikroba pada luka, yg ditandai oleh :
· Hasil
kultur luka <>
· Suhu :
36-37°C.
· Tidak
ada pembeng-kakan, kemerahan, atau sekret purulen pada tempat-tempat
penusukan (kateter, vena)
· Kultur darah,
urine dan sputum negatif.
|
· Berikan
propilaksis tetanus jika perlu.
· Pertahankan
tehnik untuk mengontrol infeksi
· Instruksikan
kelua-rga atau lainya ten-tang tindakan-tin-dakan mengontrol infeksi.
· Lakukan
cuci tangan dengan baik
· Kaji
tanda-tanda klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau,
penyembuhan yang lama; nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual; perubahan
tanda-tanda vital; hiper-glikemia dan gliko-suria; paralitic ileus, bingung,
gelisah, halusinasi.
· Sebelum
diberikan obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih dahulu.
· Buang
jaringan yg telah mati.
· Potong rambut
ba-dan di sekitar tepi-an luka (kecuali bulu dan alis mata)
|
· Lingkungan
es-char yang anae-robic memung-kinkan pertum-buhan organisme penyebab
tetanus.
· Mencegah
konta-minasi silang
· Meningkatkan
kesadaran/kepa-tuhan.
· Menurunkan
insiden kontami-nasi silang
· Luka terbuka
dan klien imunokom-promi sehingga infeksi luka baik lokal maupun sis-temik
adalah suatu resiko.
· Untuk
membuang kotoran.
· Jaringan
tersebut medium yg baik bagi pertumbuh-an bakteri
· Rambut
dapat terkontaminasi &menganggu me-nempelnya krim
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, Rehabilitasi/R)
11. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf,
treatmen dan kecemasan.
|
Klien akan lebih nyaman ditandai
oleh:
· Menyatakan
rasa nyeri/tak nyaman berkurang.
· Klien
dapat menge-nali faktor-faktor yg mempengaruhi nyeri
|
· Kaji respon
klien terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
· Berikan
obat penghilang nyeri:
- 45 menit
sebe-lumnya jika me-lalui mulut.
- 30 menit
sebelumnya jika melalui intra muskular
- 5-10 menit sebelumnya jika melalui intravena
Jangan diberikan melalui intramus-kular pada klien
dengan luka bakar berat fase emergent
· Ajarkan
tehnik re-laksasi , terapi mu-sik, guided image-ry, distraksi dan hypnosis
· Jelaskan
semua pro sedur pada klien & sediakan waktu utk persiapan.
· Bicaralah
dengan klien ketika mela-kukan perawatan dan melakukan prosedur.
· Kaji
kemungkinan kebutuhan untuk pemberian anxioli-tik
· Catat respon
klien terhadap medikasi dan pengobatan nonfarmakologik
|
· Sebagai
data dasar
· Waktu
yang adekuat bagi onset analgetik.
· Injeksi
i.m. tidak dianjurkan kare-na keterba-tasan sirkulasi meng-ganggu absorpsi
· Merupakan
anal-getik nonfarma-kologik
· Untuk
menurun-kan kecemasan
· Meningkatkan
rasa percaya klien
· Kecemasan
menurunkan ambang nyeri.
· Menilai efekti-vitas
intervensi.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(A, R)
12. Kurang mampu merawat diri (grooming, bathing, eating,
elimination) b.d. deficit fungsional akibat dari injuri luka bakar, nyeri, balutan,
dan anjur-an immobilisasi
(E, A, R)
13. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri,
balut-an, prosedur pembedah-an, dan kontraktur luka.
|
Klien akan mengalami penurunan
berkurang-nya kemampuan dalam perawatan diri & akan memperlihatkan
pe-ningkatan partisipasi dalam perawatan diri.
Klien akan mengalami peningkatan
mobilits fisik ditandai dengan kembali secara maksi-mal melakukan aktivi-tas
sehari-hari dengan kecacatan dan ganggu-an figur yang minimal.
|
· Kaji
kemampuan klien dalam pera-watan diri.
· Konsulkan
dengan terapi okupasi tentang perlunya penggunaan alat bantu.
· Dorong klien
untuk berpartisipasi dalam melakukan tugas-tugas perawatan diri.
· Yakinkan pada
klien bahwa ia memerlukan waktu yang cukup untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya.
· Berikan
reinforce-ment positif apabi-la tugas-tugas klien dapat dicapai.
· Kaji ROM dan
kekuatan otot pada area luka yg mung-kin mengalami kontraktur setiap hari
atau jika diperlukan.
· Pertahankan
area luka dalam posisi fungsi fisiologis.
· Jelaskan
alasan perlunya aktivitas dan pengaturan po-sisi klien dan kelu-arga.
|
· Sebagai
data dasar
· Meningkatkan
perawatan diri.
· Membantu
memotivasi klien dan menghilang-kan rasa takut/ khawatir dan ketergantungan
· Membantu
meng-ontrol dirinya.
· Meningkatkan
kemandirian dan motivasi.
· Sebagai
data dasar
· Mencegah/menu-runkan
terjadinya kontraktur.
· Meningkatkan
kepatuhan.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(A, R)
14. Resiko tinggi gangguan harga diri b.d. ancaman
perubahan/actual perubah an pada body image, kehilangan fisik dan
kehilangan akan peran dan tanggungjawab.
|
Klien
akan mengembangkan perbaikan slef esteem ditandai oleh:
· Membuat
kontak sosial dengan orang lain selain anggota keluarga.
· Mengembangkan
mekanisme koping yang efektiv selama tahap pemulihan.
· Mengemukakan
keluhannya tentang konsep diri.
|
· Konsultasi
untuk terapi fisik dan okupasi serta atur jadwalnya sesuai kebutuhan.
· Dorong
melakukan ROM aktif setiap 2-4 jam saat terjaga jika tidak ada
kon-traindikasi sebab prosedur graf yang sedang dilakukan.
· Ambulasi
klien ke kursi atau berjalan (jika tidak ada kon-traindikasi oleh prosedur
graf atau injuri lainnya)
· Lakukan
latihan pasif jika klien tak mampu berparti-sipasi aktif.
· Tentukan gaya ko-ping
sebelumnya.
· Jelaskan
proyeksi penampilan luka ba kar & graft selama fase-fase penyem-buhan
luka
· Pastikan
klien melalui perkem-bangan tahapan denial, berduka dan menerima injuri dan
recoveri
|
· Untuk
diberikan alat yang dibu-tuhan.
· Mengontrol
ede-ma post-resusitasi dan mencegah atropi otot, per-lengketan tendon,
kekakuan sendi dan pemendekan capsular.
· Ambulasi
meningkatkan kekuatan otot dan fungsi cardiopul-moner.
· ROM pasif
mempertahankan gerak sendi dan tonus otot.
· Sebagai
data da-sar tentang ko-ping sebelumnya dan mungkin kli-en akan mencoba
lagi gaya koping tersebut.
· Memberikan
informasi; dapat menurunkan miskonsepsi.
· Perkembangan
klien bervariasi tergantung pada tingkatan injuri, persepsi terhadap injuri,
sistem pe-nyokong & gaya koping sebelum-nya.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A, R)
15. Resiko tinggi akan tidak efektifnya coping keluar-ga b.d.
sifat yang emer-gensi dan kritis dari luka bakar dan perpisahan/ jauh dari
rumah dan teman.
|
Keluarga akan
menga-lami perbaikan strategi koping ditandai oleh:
· Mengungkapkan
tujuan pengobatan, mengungkapan stres emosional.
· Memahami
pelaya-nan pendukung yang tersedia.
|
· Kaji
perilaku mal-adaptif
· Tingkatkan
rasa percaya diri klien:
- Pastikan kontinu-itas pemberian perawatan
- Diskusikan se-mua aktivitas dan prosedur sebelum dimulai.
- Dukung peran
klien dalam pera-watan dan pengo-batan.
- Sampaikan infor-masi perkem-bangan klien.
- Beri informasi yang jujur, danreinforcement positif.
- Bantu anggota keluarga/orang lain untuk berin-teraksi
dengan klien.
· Dorong
agar berin-teraksi dengan orang lain diluar rumah.
· Bagi
informasi pada keluarga atau orang lain yang berkunjung untuk pertama kalinya
tentang:
- Luasnya luka dan perubahan penam pilan klien.
- Prosedur dan per-alatan yang digu-nakan.
|
· Perilaku
maladap tif adalah berba-haya.
· Meningkatkan
kepercayaan
· Menurnkan
kecemasan
· Memotivasi
klien; menurunkan rasa takut
· Jangan
membe-rikan harapan palsu tentang per baikan fungsi jika kerusakan irrever
sibel.
· Keluarga
mung-kin takut dan membutuhkan bimbingan.
· Memfasilitasi
reinteraksi sosial
· Persiapan
untuk menurunkan rasa takut
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
· Tentukan
bagaima-na cara klien dan keluarga mengatasi stres dimasa lalu.
· Bantu
klien meng-atasi stres dengan memberikan stra-tegi koping seperti diversi dan
tehnik relaksasi
· Informasikan
kelu-arga tentang per-kembangan/perubahan klien tiap hari.
· Konsulkan
pada psikolog, psikiater, pekerja sosial, pe-rawat spesialis psi-kiatri jika
diperlu-kan
|
· Sebagai
data dasas
· Memberikan
strategi baru pada klien
· Mempertahankan
persepsi yang re-alistik tentang perkembangan klien
· Para profesional
tersebut dapat membantu memperbaiki strategi koping klien
|
Kesimpulan
Perawatan LB merupakan hal
yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis yang dialami setelah
injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn keluarga
dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim
perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat
perencanaan perawatan yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien
secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., et al. (1995). Nursing
care plans guidelines for planning patient care. (2nd ed.). Philadelphia: F.A.
Davis Co.
Luckmann & Sorensen.
(1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach, (4th ed.). Philadelphia: W.B. Saunder
Co.
Nettina, S. (1996). The
Lippincott manual of nursing practice. (6th ed.).
Lippincott: Lippincott-Raven Publisher.
Thompson, J.M. (1987). Clinical
nursing. St. Louis: Mosby.
Diposkan
oleh rohman azzam di 22:34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar